RSS
Facebook
Twitter

Senin, 31 Desember 2012

Janji

Harapan yang baik akan dikabulkan, janji yang baik akan ditepati. 
Insya Allah.


Aku ingat tentang perkataan seorang senior.
Kalau takut, jangan berani-berani.
Kalau berani, jangan taku-takut.

Tahun ini aku belajar bahwa ketika aku memulai sesuatu dengan sedikit saja keraguan, maka ketakutan akan terus membayangi sampai akhir. Padahal, aku tahu bahwa coba saja dulu aku memulainya dengan mantap hati, maka segala masalah yang datang akan bisa terantisipasi dan terselesaikan dengan baik, tentunya dengan kepala dingin.
Di sini, kalimat pertama sudah dilanggar ----- Kalau takut, jangan berani-berani.
Terlalu memaksakan diri akibatnya bisa fatal. Yap, tentunya berjuang dengan keterbatasan dan terlalu memaksakan diri adalah dua hal yang berbeda, bukan?

Aku tahu, bahkan sudah sangat tahu bahwa memilih adalah hal yang tidak boleh diremehkan. Apalagi hanya karena rasa tidak enak hati, hanya karena banyak sekali pertimbangan yang ternyata dapat menggoyahkan diri.
Padahal, ketika aku sudah memulai langkah awal, aku tidak boleh mundur lagi. Yang harus kulakukan adalah melanjutkannya sampai akhir.
Aku yakin, bahkan sudah sangat yakin bahwa apapun halangan yang ada selama perjalaanan ini, semuanya siap kuhadapi.
Aku berani...
Tapi lagi-lagi, ada saja terlalu banyak toleransi yang muncul di sana-sini. 
Aku tahu bahwa aku tidak boleh memikirkan diri sendiri. Aku harus memikirkan dirimu dan dirinya juga ----- diri kita semua. Namun, aku tak sadar kalau aku melupakan satu hal : seharusnya aku lebih mengerti tentang apa yang harus kulakukan dan apa yang tak perlu kulakukan.
Sering ku tak tegas, sering tak kudengar perkataannya, sering kumenolak apa yang sudah diteriakkan oleh sang hati nurani.
Tidak sadar akan mana yang benar, eh?
Aku masih takut-takut.
Kalau berani jangan takut-takut, aku telah mengabaikannya juga.

Belum lagi jika bicara mengenai FOKUS.
Ya ampun, bahkan hal-hal kecil bisa membuyarkan pada kefokusan terhadap hal-hal yang lebih subtil!
Sejak kapan aku pusing terhadap hal-hal yang sepele?
Padahal, coba saja fokus dengan apa yang kukerjakan pasti hasilnya lebih maksimal kan?
Sadar diri, sadar posisi, sadar potensi, sadar keadaan, sadar peluang.
Ternyata hanya perlu sedikit lebih peka kemudian fokus, fokus, dan fokus.
Fokus, tidak sulit untuk dikatakan namun juga tidak mudah untuk dilakukan.
Tapi jika bersungguh-sungguh pasti bisa, Insya Allah.

Miris? Mungkin saja benar, memang miris.
Kau merasa sudah lelah berjuang, tapi kau tak merasa bahwa ada karya yang kau hasilkan.
Hei! Dunia butuh pembuktian, bukan ucapan!
Kau sudah merasa benar, tapi semua menyalahkan.
Hei! Dunia itu cermin diri, maka lihatlah baik-baik!
Kau sudah berpikir jauh ke depan dan menentukan tahap demi tahap untuk mencapainya, tapi yang mendukung tak seberapa.
Hei! Ini dunia tempat berpijak, bukan langit!
Karena kurang sederhana, karena kurang dimengerti, makanya salah paham.
It's really complicated...

Tahun ini adalah tahun teguran.
Ya, aku merasa begitu banyak hal bodoh yang kuperbuat dan baru kusadari menghasilkan bola salju kesalahan yang sedemikian besarnya.
Menyesal?
Ya, setiap orang yang berbuat kesalahan wajib menyesal dan wajib memperbaikinya.
Bukankah Allah Maha Pemaaf? Bukankah setiap yang sudah rusak bisa diperbaiki? Well, walau tak akan kembali seperti semula, aku tahu.
Bersedih?
Oh tidak, aku tak boleh bersedih. Karena banyak juga pelajaran dan kenangan manis yang sudah terpatri dalam memori. Terima kasih, bukan bersedih.
Menangis?
Oh, ayolah. Dunia ini terlalu bahagia untuk ditangisi. Permohonan maaf, bukan menangis.

Terima kasih... 
Untuk pelajaran berharga yang tak tahu akan kudapat darimana kecuali dari sini.
Untuk suka duka yang kau beri.

Untuk nafas semangat yang kau hembuskan.

Untuk tali persahabat yang kau ikatkan.
Untuk semua kata yang mengisnpirasi.
Terima kasih, terima kasih untukmu karena masih bisa bertahan sampai sejauh ini, sampai akhir.

Maaf...
Jika duri kecewa lebih banyak kutebarkan daripada mengabulkan keinginanmu.
Jika terlalu banyak perbedaan dari yang kau kira.
Jika terlalu banyak luka yang kubuat.
Maaf, maaf, maaf...

Kita bukan waktu yang kita punya.
Tapi kita adalah amal yang kita lakukan. 

Setelah kesulitan ada kemudahan.
Allah tidak akan membebani hamba-Nya melebihi kesanggupannya.
Begitulah Allah berfirman dalam Al-qur'an dan firman Allah adalah benar.

Jika menjalani kehidupan ini adalah layaknya menulis buku. Maka setelah kita menyelesaikan satu chapter, akan ada lembaran kosong yang tersedia untuk kisah kita selanjutnya. Artinya, masih ada kesempatan untuk terus memperbaiki diri sampai hidup kita berakhir.

Karenanya...
Tahun depan, jika aku diberikan kesempatan lagi. Aku tidak akan main-main lagi karena hidup bukan mainan!
Lebih fokus, lebih telaten, lebih memberikan porsi lebih untuk kemanfaatan orang banyak tanpa lupa mengurus diri sendiri.
Lebih tanggung jawab.
Sudah cukup banyak pelajaran dan teguran jika terlalu banyak lalai dan pura-pura tidak peduli.
Aku bertekad tak akan mengulangi kesalahan di masa lalu dan sekarang.
Intinya, tahun depan adalah tahun penebus kesalalahan di tahun ini.

Bismillah...
Tahun 2013 harus lebih baik & lebih berani, aku janji. Insya Allah, PASTI BISA! 

Minggu, 30 Desember 2012

Achieve it!


Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu  lakukan.
Just dream, wake up, action, and pray!




Let's Evaluate...

Akhir tahun, akhir dari 1 tahun periode kepengurusan para aktivis yang ada di ormawa (organisasi mahasiswa).

Tahun ini telah terlewati dengan banyak hal yang terjadi : rasa kekeluargaan, proker-proker yang terlaksana, kenangan-kenangan tak terlupakan (suka maupun duka), pengalaman yang bertambah, kualitas diri yang meningkat.

Wahai aktivis, mari mengevaluasi diri...

Apakah yang sudah saya berikan di tahun ini?
Apakah karya-karya saya bisa dijadikan manfaat buat mahasiswa di universitas minimal untuk jurusan saya sendiri?
Apa peningkatan kualitas personal saya dibanding pada awal tahun?
Apakah saya memiliki keluarga baru di semua lembaga/bidang yang menjadi amanah sayaa di tahun ini?
Layakkah saya atas penghargaan atas pengabdian saya selama setahun ini? Berupa piagam, thropy, gelar, atau kenaikan level?
Masih bersediakah saya jika saya diminta mengabdi kembali  sebagai kaum intelektual agen perubahan di tahun depan?


Sabtu, 15 Desember 2012

Bahkan Mereka pun Masih Bisa Menikmati Hidup


Ini ceritaku saat kemarin praktikum Survey Satelit [Sursat] dengan menggunakan GPS Geodetic pada hari Jum’at, 14 Desember.  8 titik telah ditentukan dan ditandai lewat Google Map : titik dekat Ikan Bakar Cianjur, Taman Diponegoro, Rinjani, Tugu Muda, Mc Donald Pandanaran, Simpang 5, Super Penyet, dan Stasiun Poncol . Kebetulan, tim dimana kubergabung mendapat bagian menjaga titik pengukuran di daerah Simpang 5. Sungguh ini daerah yang bisa dibilang enak. Berada di perkotaan, depan sana ada masjid Baiturrahman, ada mall, jajanan banyak dimana-mana. Biasanya kalau praktikum ‘ngukur’ di daerah yang bisa dibilang agak jauh dari peradaban. Misalnya saja di kebun-kebun atau sungai, dan pastinya tempatnya tidak ramai.

Kami sekelompok tiba di Simpang 5 sekitar pukul 11.00. Sambil menunggu kiriman GPS dari tempat pengukuran yang lain ada di antara kami yang berbincang-bincang, jalan-jalan di mall, atau sekedar jajan untuk menghilangkan rasa lapar. Sebenarnya, pengukuran ini hanya memerlukan waktu yang sebentar saja. 1 kali merekam data satelit hanya membutuhkan waktu 10 menit saja. Jadi lama karena alat yang ada tidak sebanyak jumlah tim yang ada sehingga dalam menggunakan alat harus bergantian. Seharusnya ada 4 alat, namun yang berfungsi hanya 2.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.15 dan kami pun masih berada di daerah yang sama. Setelah selesai shalat ashar, minum es ronde, dan menyusun strategi pengukuran baru, kami mengatur lagi siapa yang masih tetap berjaga di Simpang 5 dan siapa yang akan ke Rinjani. Nah, dan tersisalah 4 orang di Simpang 5. Saya dan tiga orang teman (Eva, Kautsar, David) yang notabenenya sejak awal pemberangkatan memang sudah bersama. Karena alat masih dipakai kelompok lain, kami memutuskan untuk menunggu saja sambil duduk-duduk dan menanti kedatangan 1 lagi teman kami, Rizal, yang membawa mobil untuk pulang.

Karena bosan, akhirnya kuputuskan untuk mampir ke Gramedia. Letaknya tak jauh di balik Masjid Baiturrahman. Sekitar setengah jam saya asyik membaca dan melihat-lihat di Gramedia. Mengingat saya tidak membawa alat komunikasi dan hanya pergi sendiri, jadi kuputuskan saja untuk kembali bergabung bersama 3 orang yang lain.
Ketika kembali, ada 1 hal menarik yang saya lihat. Ada 2 orang anak kecil sedang berayun-ayun di atas rantai besar yang menjadi penyambung antara dua besi pembatas jalan.

Sebentar saja saya lihat, lalu saya kembali duduk bersama Eva, Kautsar, David. Ternyata mereka bertiga pun sedang memperhatikan kedua anak itu. Kuperhatikan lagi, yang satu laki-laki kira-kira berumur 5 tahun dan satu lagi perempuan sekitar berusia 3 tahun. Sepertinya mereka kakak adik. Menurut informasi dari ketiga teman, ternyata mereka berdua sudah bermain bersama itu sedari tadi.

Setelah puas berayun, mereka bermain kejar-kejaran. Tidak, lebih tepatnya sang kakak menendang-nendang gelas kertas bekas minuman lau dikejar oleh sang adik. Mereka sangat terlihat tak terurus, lihat saja kakinya yang sangat kotor, baju yang lusuh, wajah yang kucel. Kulihat ada tumpukan koran di dekat sandal mereka yang ditaruh dekat besi pembatas yang berantai itu. Ah, ternyata mereka loper koran. Bayangkan, anak sekecil itu sudah harus bisa menghasilkan uang! Di saat anak-anak yang lain menikmati masa kecilnya dengan bermain dan mendapat banyak hal yang menyenangkan dari orang tuanya. Melihat mereka tertawa senang, saya dengan teman-teman seakan ikut merasakan kesenangan itu. Hidup itu sekarang, maka nikmatilah. Seakan mereka ingin menyampaikan begitu pada dunia. Namun, di saat yang sama saya merasa miris dengan keadaan mereka.

Puas bermain-main, sang kakak kemudian mengajak adiknya untuk berjualan koran lagi. Mereka mulai menjajakannya pada setiap orang yang dilewatinya, termasuk kami. Ada niat untuk membeli koran itu tapi lebih kupilih untuk mengamatinya saja dulu.

“Terima kasih, nggak dik…”

Lantaran tawarannya itu ditolak, sang kakak semakin semangat untuk menjajakan koran dan bertekad harus ada korannya yang terjual. Mereka mulai menuju ke tempat makan yang penuh dengan orang-orang di emperan jalan itu.

Seorang perempuan berusia sekitar 24-25 tertarik untuk member koran. Mungkin karena kasihan, jadi dia membeli. Kulihat ekspresi sang kakak, dia senang. Beralih pada adiknya, dia lebih senang. Lalu, beberapa koran pun terjual. Mereka terus berjalan ke depan sampai tak dapat lagi kulihat. Penasaran, kuarahkan pandanganku pada jalan bekas mereka lewat. Tak lama kemudian, kakak-beradik itu muncul lagi. Sang adik muncul pertama dengan makanan yang ditusuk oleh tusukan sate sedang mulutnya sibuk mengunyah makanan itu. Jumlah koran di tangan sang kakak pun sudah berkurang. Mereka melewati kami lagi, kali ini dengan jarak yang lebih jauh di depan kami daripada sebelumnya.

Merekapun duduk di dekat besi pembatas lagi. Di belakang mereka ada seorang bapak tua penjual kacang rebus. Si adik melihat terus pada kacang rebus yang mengunung di gerobak itu. Pengertian, sang kakak berdiri disusul sang adik walhasil bapak tua itu dengan kemurahan hatinya member sedikit kacang pada mereka. Mereka duduk lagi. Dengan telaten, sang kakak mengupas kacang untuk adiknya dan diri sendiri tentunya. Tak lama kemudian, kacang pun habis namun sang adik masih ingin lagi. Berdirilah ia lalu berjalan menghampiri bapak itu lagi. Untuk kedua kalinya, bapak tua memberikan kacang lagi sembari tersenyum. Senang, sang adik memberikan kacang itu pada kakaknya dan mereka kembali makan bersama.

Kutunggu saja sampai mereka selesai. Saat ingin menghampiri mereka, langkahku tertahan karena ada 4 orang muslimah berjilbab orange menghampiri mereka terlebih dahulu. Ada yang member uang, ada juga yang permen. 4 orang pun berlalu, dan dengan penuh inisiatif sang kakak kembali mendatangi bapak penjual kacang rebus lalu menyerahkan selembar uang Rp.1000,- untuk membeli kacang. Membeli akan dapat kacang lebih banyak daripada meminta, kan? Dengan sigap, bapak itu mengambil kertas dan membentuknya menjadi kerucut tanpa alas lalu mengisikan banyak kacang ke dalamnya, sampai kertas itu penuh.

Oke.  Saya semakin mantap untuk membeli koran mereka. Hitung-hitung membantu dan kebetulan sekali ada coklat di tas saya. Semoga nanti mereka mau menerimanya, batinku.
Lalu sang kakak menerima kacang itu dan adiknya senang sekali. Tak dapat kudengar apa yang mereka bicarakan, tapi kuyakin sebelum pergi sang kakak mengucapkan terima kasih dulu. Perkiraanku salah, mereka tidak duduk lagi tetapi langsung berjalan menuju masjid.

“Nah, kan mereka pergi. Kesempatan berbuat baik telah terlewat deh.” Kata seorang temanku.

Tidak! Jangan sampai terlewat. Maka langsung aku berjalan menyusul mereka. Mereka berhenti di tengah tangga menuju masjid. Lalu kupanggil dan kuhampiri.

“Dik, kakak boleh beli korannya?”

Yang lebih tua mengangguk, lalu menyodorkan korannya padaku.

“Berapa ini harganya?”

“Seribu kak.”

“Kalau kakak kasih 2000 mau nggak?”

Sorot mata anak ini memancarkan keoptimisan, keberanian, dan pribadi yang kuat. “Nggak kak. Ini harganya cuma seribu.”

Aih, kata-kata anak ini memuatku terenyuh. Seorang bocah saja bisa membedakan mana yang seharusnya jadi haknya dan mana yang tidak. Malu dong seharusnya itu pejabat-pejabat yang koruptor *eh.

Saya tersenyum. “Pinter ya. Kalau nggak mau dikasih uang lebih. Terima coklat dari kakak mau ya?”

Bocah itu tampak berpikir lalu melirik adiknya. “Buat dia aja, kalau dia mau.”

Kusodorkan coklat itu pada adiknya. Alhamdulillah dia mau menerimanya dengan tak lupa mengucapkan terima kasih. Subhanallah… Anak jalanan pun tahu bagaimana cara berterima kasih.

“Dimakan bareng-bareng yaa..” Pesanku sebelum mereka pergi meninggalkanku.

Cerita ini cerita sederhana. Kejadiannya pun mungkin sering terlihat di sekitar teman-teman semua. Tapi, dari sini, sembari praktikum kudapati lagi pelajaran tentang kehidupan. Mereka saja yang masa depannya entah bagaimana, masih saja giat untuk berusaha. Mereka jauh lebih baik daripada orang-orang yang mengemis. Terlebih pengemis yang masih terlihat sehat. Mereka jujur, mereka tahu diri, mereka mandiri walau hidup yang mereka jalani terbilang keras. Tentu berbeda dengan orang yang masih diberi kesempatan sampai sekarang berada di bangku kuliah, menerima kiriman uang tiap minggu atau tiap bulan dari orang tua, makan tinggal makan, tidur tinggal tidur, belajar tinggal belajar. Mereka bisa bertahan, mereka bisa menikmati hidup. Kita? Seharusnya kita bisa lebih dari mereka bukan? Kejadian yang membuatku cukup terenyuh, semoga menginspirasi.

Sabtu, 08 Desember 2012

Sebuah Kontribusi



Bagaimana kau memaknai sebuah KONTRIBUSI?

Yang namanya kontribusi itu harus TOTALITAS.
Setiap kontribusi yang mampu kau sumbangkan untuk orang banyak, sekecil apapun itu, semuanya dilakukan dengan maksimal. Tak ada pilih-pilih yang berat maupun ringan. Tak ada kata sepele.

Kontribusi butuh KESABARAN.
Kesabaran yang bagaimana?
Kesabaran yang tiada hentinya, kesabaran yang terus menerus.
Sabar tidak ada batasnya. Diri kita sendirilah yang membatasinya.

Kontribusi itu dibarengi dengan KEYAKINAN.
Yakin dengan apa yang dilakukan.
Yakin bahwa setelah ada kesulitan ada kemudahan.
Yakin ketika dilakukan dengan ikhlas dan dilakukan karena-Nya, maka surgapun bisa menjadi balasan.

UKHUWAH, rasa persaudaraan dan kekeluargaan..
Dengannya, kontribusi akan menjadi semakin mantap!
Dengannya, akan lebih mudah bergerak menuju tujuan yang sama.

Bukan bagaimana cara kita berlomba-lomba untuk banyak berkontribusi.
Bukan, bukan berapa banyak kontribusi kita.
Tapi bagaimana kita bisa menghadirkan ruh dalam setiap kontribusi yang kita lakukan.
Ruh kontribusi akan memberi makna yang dalam, akan membawa kesan yang baik, hingga kontribusi itu bisa membekas pada setiap hati milik siapa yang kita berikan kontribusi.

Kontribusi, memberi sebanyak-banyaknya kemanfaatan pada setiap kesempatan yang ada.
Tak ada kata 'tidak bisa', tak ada kata 'menyerah', karena kontribusi adalah bentuk PERJUANGAN yang harus diselesaikan sampai akhir.

Rabu, 05 Desember 2012

Buat Akhir Yang Baik

Di suatu sore menjelang malam, masuklah sms dari seorang sahabat :
"Jika kau tidak bisa memulai dengan baik, maka kau bisa mengakhirinya dengan baik" (Risda_)

Ya, kurang lebih begitulah isinya. Walaupun singkat, namun kata-kata tersebut termasuk kata-kata yang berkesan bagi saya karena setelah dipikir-pikir ada benarnya juga dan bisa bermakna dalam.

Dalam hidup, kita selalu mengalami 3 hal : Awal, tengah, akhir dalam mengerjakan segala sesuatu. Idealnya, sebelum, ketika, dan setelah mengerjakan sesuatu semuanya harus dilakukan dengan baik.

Awal merupakan sebuah ledakan untuk membuat suatu perubahan. Kita mengawali pekerjaan dengan perencanaan yang matang. Mungkin teman-teman sering mendengar bahwa ketika kita gagal merencanakan maka itu sama saja dengan merencanakan kegagalan. 

Tengah. Nah, di sinilah yang disebut sebuah proses menuju akhir. Bagaimana kita melangkah demi selangkah untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ada yang bilang, yang paling penting adalah prosesnya. Ada benarnya juga. Contoh saja seorang koki handal (mungkin kayak yang di masterchef gitu, hhe), apapun bahan masakannya tetapi ketika diolah dengan baik di tangan sang ahli, hasilnya bisa sangat luar biasa. Hal yang sangat sederhana pun bisa menjadi sangat spesial. Berarti titik tekan di sini adalah seberapa ahli seseorang itu mengerjakan sesuatu agar nanti hasilnya bisa sesuai dengan tujuan. Proses ada yang pendek, ada yang panjang. Ada yang biasa saja, ada yang butuh banyak perjuangan. Dalam proses perlu keberanian! Mengutip perkataan Mas Faldo Maldini (Presma BEM UI '12) dalam suatu training. Keberanian adalah kombinasi dari tengil, agak songong, takut, tapi siap mengambil resiko. Ya, intinya menurut saya keberanian itu berawal dari adanya ketakukan tetapi ada bumbu keyakinan yang mantap dalam hati sehingga jadilah dia ledakan dahsyat yang akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik.  

Tapi...
Tidak semua orang bisa mengawali dan mengerjakan sesuatu dengan baik. Banyak orang yang menyesali perbuatannnya di akhir. Kurang inilah, kurang itulah. Kalau dalam perusahaan atau organisasi, ini bisa saja jadi fatal karena bisa saja nantinya yang akan menanggung banyak kerugiaan adalah generasi selanjutnya.
Lantas, apa yang harus dilakukan sebelum sangat terlambat dan keadaan menjadi sangat parah?

Jawabannya adalah, beri sedikit sentuhan terakhir pada pekerjaanmu di sisa waktu yang ada. Lagi-lagi soal waktu. Ya, masih ada waktu walaupun hanya sedikit! Maksimalkan kinerja, maksimalkan teamwork, maksimalkan yang ada! Hingga pada akhirnya, kita bisa meminimalisir kesan yang negatif.

Semoga dengan adanya kita, orang-orang bisa tersenyum senang.
Ketika orang bisa senang dengan keberadaan kita, itulah kebahagiaan.
Bahagia itu sederhana.

Sekarang sudah memasuki bulan Desember, mari tutup akhir tahun masehi 2012 dengan baik. Antara Januari dan Desember 2012 harus ada perbedaan. Antara 1433 H dan 1434 H pun harus ada perbedaan.
Yuk, sebelum menyesal, mari berjuang membuat akhir yang baik. ^___^

Lemah Lembut


Ngomong-ngomong soal lemah lembut nih, biasanya ni dikaitkan dengan perempuan yang cantik, anggun, kalem, dan pastinya dia nggak pecicilan. Hehehe. Tapi ternyata, bukan perempuan saja ternyata yang harus punya kelemahlembutan. Semua orang pun harus punya! Suatu sore, saya pernah ikutan kajian bertemakan lemah lembut. Saatnya kembali sharing (udah pernah di twitter sih, hhe) J

#lemahlembut : perpaduan hati, ucapan, & perbuatan dlm rangka menghormati, menyayangi, menjaga perasaan, membaiki orang lain..

Keindahan penyajian yang diwujudkan dalam bahasa tubuh dan raut wajah termasuk #lemahlembut

Menempatkan yang benar dan pas juga #lemahlembut

Ketika #lemahlembut hilang dari diri seorang insan, maka yang mudah keluar darinya adalah cercaan dan gerutuan dalam hati

Yang #lemahlembut itu pandai merasa, bukan merasa pandai.

Dikatakan tentang #lemahlembut "Barangsiapa yang jauh dari kelembutan, maka akan terhalang dari semua kebaikan." Wah, ngeri juga ya..

Bukan cuma di satu perkara, tapi harus bisa #lemahlembut dalam segala urusan. termasuk saat marah. hha, berat nih..

Jangan dilihat hanya dari penampilannya saja. Semua orang itu pasti punya sisi #lemahlembut yang ditampakkan dengan gayanya masing2.. ^^

#lemahlembut lho ya.. bukan lemah lemot..

Sekian tentang #lemahlembut, semoga menginspirasi yaa.

Jumat, 16 November 2012

Muhasabah Kematian

Contoh teks :
Bila sesosok jasad di depanmu itu adalah kalian…
Mungkin pagi kemarin kalian masih berjalan2 dengan teman2 kalian…
Mungkin siang kemarin kalian masih sempat mendengar sayup-sayup tausiah…
Atau mungkin sempat sejenak tidur bersantai menikmati hari…
Mungkin sore tadi kalian masih tertawa dan bercanda bersama teman2 kalian…
Tapi kini, inilah kalian, terbujur kaku…
Wajah cakap kalian tak bisa tersenyum lagi…
Tangan kuat kalian tak bisa diangkat lagi…
Pikiran cerdas kalian tak bisa berputar lagi…
Kaki lincah kalian tak bisa bergerak lagi…
Di kanan kirimu, mungkin ada ayah ibumu… atau ada saudara2mu… atau ada sahabat2mu…
Yang menangisi kepergianmu, tapi mereka tak bisa berbuat apa2…
Kau berusaha berbicara pada mereka…
Oh ayah… ada yang belum kusampaikan padamu, betapa aku ingin lebih banyak mengajakmu bicara…
Oh ibu… ada yang belum kuucapkan padamu, betapa aku menyesal lebih banyak aku membantah perkataanmu daripada mendengarkanmu dengan khusyuk…
Oh saudara2ku… apa yang kutinggalkan selain rasa sakit hati pada diri kalian karena buruknya sikapku?
Oh sahabat2ku, aku sering lupa menyapamu dengan senyuman tulus setiap saat aku bertemu kalian…
Oh, betapa aku ingin mengatakan aku mencintai kalian… aku menyayangi kalian…!!! Dengarkah kalian? Walau seberapa buruk sikapku, aku mencintai kalian!!! Dengarkah…??
Tapi tidak ada yang mendengarmu… karena lidahmu kini kelu… tak bisa berkata lagi…
Kamu kelak akan diarak oleh keluargamu, menuju peristirahatan terakhir.
Saat itu, mungkin merupakan perjumpaan terakhir.
Karena setelahnya, kalian akan sendiri bersama tanah yang akan membaur dengan tubuh kalian
Kaku… bisu… diam… hanya keheningan yang menjadi teman kalian saat itu…
Kalian sendirian…
Datanglah malaikat Munkar dan Nakir mendekat dan menanyakan kepada kalian…
Siapa Tuhanmu?
Apakah kau bisa menjawab lantang “Allah”? Lidahmu gemetar, ia tak bisa berbohong lagi, ia tak bisa kaugunakan lagi untuk menutupi kepalsuanmu…
Aku ingin menjawab Allah, tapi, lidah ku ini tak bisa menyebutnya… yang kuingat adalah aku terlalu banyak mencintai duniaku… Siapakah nama yang selalu terngiang dalam pikiranku dan terucap dalam lisanku selama ini, teman? Bila selama ini dalam sehari-hari, yang kauingat bukanlah Allah, yakinkah kau masih bisa mengingatnya di alam kubur ini?Kalaupun engkau mengingatnya, yakinkah lidahmu tidak akan kaku karena tak terbiasa ia mengucapkan itu?
Saat yaumil hisab datang padamu… Seperti apakah kisah hidupmu ini kelak akan kau ceritakan? Tidak, saat itu lidah kalian dikunci. Akal cerdik kalian dihentikan. Saatnya kejujuran berbicara. Lihatlah tangan kalian, kelak ia akan akan menjawabkan apa yang telah kalian lakukan. Sentuhlah kaki kalian kelak dialah yang akan menjawabkan apa yang telah kalian lakukan. Rasakan hati kalian, kelak dialah yang akan berteriak tentang apa yang dia rasa dan niatkan selama ini. Mereka akan berteriak dengan tangis terpendam karena saat itu ia tak bisa lagi berbohong menutupi kesalahanmu… tak bisa lagi membisu menahan aibmu…tak bisa lagi membelamu…
Setelah semua terungkap nanti… yang ada hanya tinggal penyesalan…
Apalah artinya rasa senangmu di dunia dulu?
Apa makanan enakmu siang tadi masih ada gunanya kini? Apa novel yang kalian baca kemarin masih ada manfaatnya saat ini? Atau film yang kau tonton minggu lalu masihkah menyenangkanmu kini? Handphone yang baru kau beli itu, apakah ada di sampingmu saat ini?
Pujian-pujian temanmu bahwa kau hebat dalam berbagai hal apakah masih bisa kau banggakan kini? Tatapan kagum adik-adik kelasmu, apakah masih dapat kau lihat kini? Permintaan tolong dari orang-orang sekitarmu, apakah masih membuatmu merasa penting saat ini?
Bila setelah tirai diturunkan, tap! Drama telah usai. Perjalanan telah berakhir. Kamu turun dari panggung kehidupan dan di situlah hidupmu yang sebenarnya…
Apa yang kamu bawa di tanganmu?
Mungkin yang kau bawa adalah hutang2mu yang belum terbayar? Amanah2mu yang terlalaikan? Rasa sakit hati teman2mu yang diabaikan?
Lalu mana amalmu? Ya Allah, cukupkah ini untuk perjalanan panjangmu ini? Kemarin saja ada kebaikanmu yang kau tunda. Nanti saja lah, kan masih ada waktu. Namun kini? Masihkah ada?
Di mana kamu kelak di akhirat berada? Di deretan orang-orang dengan wajah bersih bersinar? Atau deretan orang-orang yang menunduk karena hangus wajah kalian karena dosa yang kalian sembunyikan?
Di manakah kelak rumah abadimu? Apakah di Syurga tempat segala yang kau inginkan tersedia? Tempat segala yang kau tinggalkan di dunia ini dapat kau terima? Atau di Neraka? Tempat segala yang kau pinta adalah sia-sia? Tempat balasan atas hal-hal maksiat yang kau lakukan di dunia?
Setiap muslim akan masuk surga, bukan?
Namun apakah sebelumnya kau sempat merasakan api neraka itu? Yang satu hari seperti seribu tahun lamanya? Merasakannya untuk semenit saja? Hanya karena dosamu yang tidak kau pintakan taubatnya?
Bukan, bukan amalmu yang akan memasukkanmu ke Syurga… bukan sujudmu, bukan infaqmu,, bukan puasamu, bukan lelah kerjamu, bukan capai pikiranmu… bukan teman! Tapi rahmat Allah SWT! Maka hatimu, jagalah selalu pada harapan akan ridho Allah… Sikapmu, jagalah selalu dalam ikhlas padaNya. Lisanmu, jagalah selalu agar selalu membuahkan cinta padaNya…Harapkanlah Allah dalam hatimu, Karena hanyaAllah yang dapat menolongmu, Teman…
Maka mulai hari ini hitunglah segala amalmu… hitunglah segala kesalahanmu… menangislah karena amalmu itu belum juga cukup menutupi dosamu… Jagalah terus dirimu dalam kebaikan. Karena kau tak tahu  kapan batas akhir hidupmu… Pada akhir ceritamu,apakah akhir yang indah atau buruk? Apakah kau yakin, kelak kau akan mati dalam kondisi sebaik ini? Apakah kau mati dalam maksiat, atau dalam amalmu? Apakah kau mati saat kau sedang berbuat sia2, atau saat kau sedang berbuat kebajikan?
Karena hidup ini hanyalah perjalanan sementara teman. Kisah senangnya hanya hiburan sesaat. Kisah sedihnya hanya ujian sementara. Alam akhirat itulah hidupmu yang sebenarnya. Maka tanyakah ada dirimu.. buat apa aku di dunia ini? Tugas apa yang harus kutuntaskan di sini? Bagaimanakah aku mengisi perjalanan ini? Apa yang harus kusiapkan untuk hidupku nanti? Bagaimana akhir hidupku ini nanti kurencanakan?
Tanyakan pada dirimu… cari tahu oleh dirimu… kerjakan olehmu… saat ini… mulai detik ini…karena waktu tak dapat menunggu…

Sumber : http://viridianlife.wordpress.com/2009/07/01/muhasabah-kematian/#comment-3135

Teknis mengisi muhasabah :
1. Di sepertiga malam, peserta training dibangunkan dan dituntun ke dalam ruangan dengan mata tertutup
2. Di dalam ruangan telah siap : 
a. Peralatan : lampu dimatikan dan penerangan hanya lilin, model jenazah (bisa dari tumpukan kain atau ada panitia yang berbaring dengan ditutup kain), teks muhasabah, musik pendukung (misal : instrumental a night walk in the rainforest yang akan terus mengalun selama teks muhasabah dibacakan)
b. SDM : pembaca teks muhasabah, operator musik, panitia yang mengkondisikan peserta untuk duduk, 2-3 orang duduk di depan jenazah.
3. Peserta masuk satu per satu. 2-3 orang yang duduk di depan jenazah mulai menangis.
4. Setelah semua peserta masuk dan duduk (diarahkan panitia) mengelilingi jenazah. Tangisan berhenti, 2-3 orang tadi bergabung duduk bersama panitia lain di belakang peserta.
5. Pembaca teks mengucapkan : Innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun dengan suara lirih sebanyak 3 kali kemudian mengucapkan kata-kata pembuka tentang kematian sebelum membaca teks muhasabah. Musik diputar dan disesuaikan.
6. Peserta dipersilakan membuka mata.
7. Pembacaan teks muhasabah. Emosi peserta mulai bergejolak, sadar, dan terbawa dalam suasana muhasabah.
8. Pembaca teks mengarahkan peserta untuk menulis 'Surat Cinta' untuk Allah bertema : apa yang  diminta/akan dilakukan di sisa waktu hidupnya dengan diiringi lagu kedua (misal : Snada-Taubat)
9. 3-4 orang peserta diminta untuk membacakan suratnya.
10. Penutup dan motivasi terakhir agar lebih optimis menjalani hidup dan berhati-hati dalam berbuat.
11. Muhasabah selesai.
12. Setelah muhasabah, bisa ditambah sesi salam-salaman dan maaf-maafan..

Ini sebagai contoh saja dari pengalaman menjadi panitia dalam sebuah renungan tentang kematian. Semoga bisa menginspirasi dan bermanfaat. :)

Pentingnya Muhasabah Diri


Muhasabah merupakan suatu proses evaluasi diri. Bagaimana manusia itu bisa mengevaluasi dirinya sebelum dan sesudah melakukan amalan di dunia. Pernah kita mendengar kata muhasabah ini, bukan? Atau bila terdengar asing, muhasabah bisa disebut renungan atau sebuah instrospeksi. Dalam sebuah hadits disebutkan, 
Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)
Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa hidup di dunia ini butuh sebuah grand design atau sebuah visi besar yang di dalamnya tercakup perencanaan dan strategi untuk mencapainya. Target dari muhasabah adalah perbaikan diri. Ya, setelah kita renungkan apa yang telah kita lakukan selama ini kemudian kita menyadari bahwa ada suatu bagian dari kita yng harus diperbaiki kemudian kita melakukan berbagai macam usaha untuk menuju perbaikan yng mengharap ridho Allah tersebut. 
Dalam artikel "Makna Muhasabah" yang di-posting pada dakwatuna.com, dijelaskan urgensi muhasabah dan aspek-aspek apa saja yang perlu dimuhasabahi di bawah ini. 

Urgensi Muhasabah
Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits di atas, juga meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari muhasabah.
1. Mengenai muhasabah, Umar r.a. mengemukakan:
‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.
Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas, Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di yaumul akhir kelak. Umar paham bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt.
2. Sementara Maimun bin Mihran r.a. mengatakan:
‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya’.
Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur. Beliau wafat pada tahun 117 H. Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi.
3. Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah swt. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah swt. menjelaskan dalam Al-Qur’an: “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” [QS. Maryam (19): 95, Al-Anbiya’ (21): 1].

Aspek-Aspek Yang Perlu Dimuhasabahi
Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia menjadi orang yang pandai dan sukses.
1.Aspek Ibadah
Pertama kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek ibadah. Karena ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini. [QS. Adz-Dzaariyaat (51): 56]
2. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki
Aspek kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan ditinggalkan dan ditakpedulikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Karena sebagian menganggap bahwa aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya. Sementara dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:
Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya.’ (HR. Turmudzi)
3.Aspek Kehidupan Sosial Keislaman
Aspek yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan sosial, dalam artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengan sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat penting, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits:
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’ Sahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)
Melalaikan aspek ini, dapat menjadi orang yang muflis sebagaimana digambarkan Rasulullah saw. dalam hadits di atas. Datang ke akhirat dengan membawa pahala amal ibadah yang begitu banyak, namun bersamaan dengan itu, ia juga datang ke akhirat dengan membawa dosa yang terkait dengan interaksinya yang negatif terhadap orang lain; mencaci, mencela, menuduh, memfitnah, memakan harta tetangganya, mengintimidasi dsb. Sehingga pahala kebaikannya habis untuk menutupi keburukannya. Bahkan karena kebaikannya tidak cukup untuk menutupi keburukannya tersebut, maka dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya tersebut dicampakkan pada dirinya. Hingga jadilah ia tidak memiliki apa-apa, selain hanya dosa dan dosa, akibat tidak memperhatikan aspek ini. Na’udzubillah min dzalik.
4. Aspek Dakwah
Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena menyangkut dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari da’wah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar dan taubat dsb.
Tetapi yang cukup urgen dan sangat substansial pada evaluasi aspek dakwah ini yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak lain baik dalam skala fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai sebuah ‘jamaah’ dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu dakwah itu sendiri.
Evaluasi pada bidang dakwah ini jika dijabarkan, juga akan menjadi lebih luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan kaderisasi, evaluasi dakwah dalam bidang dakwah ‘ammah, evaluasi dakwah dalam bidang siyasi, evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi, dsb?

Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak hanya menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah – mudahan ayat ini menjadi bahan evaluasi bagi dakwah yang sama-sama kita lakukan: Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [QS. Yusuf (12): 108]

Dengan kita mengetahui urgensi muhasabah dan aspek-aspek apa saja yang perlu dimuhasabahi, maka kita bisa menyimpulkan bahwa muhasabah diri ini penting dilakukan agar kita :
1. Mengetahui aib kita sebelum diketahui oleh orang lain
2. Membuat kita sadar kemudian bertaubat, serta diiringi dengan melakukan amal perbaikan setelahnya.
3. Bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
4. Berakhlak baik kepada diri sendiri, keluarga, sahabat, dan orang banyak di sekitar kita.

Semoga Allah selalu selalu melindungi, menjaga, dan meridhoi setiap langkah kita. Amiin...

Kamis, 25 Oktober 2012

Berhati Besar

"Dalam kehidupan ini tidak ada manusia yang selalu benar. 
Karena itu, dibutuhkan hati yang besar untuk memaafkan kesalahan orang lain."


Terik mentari siang hari kadang tak bisa diajak kompromi. Panas. Dan semakin sangat terasa panas bila kau tinggal di daerah yang memiliki pantai, walau tidak dekat dengan pantainya. Apalagi sekarang, musim tidak dapat dengan mudah diprediksi. Seharusnya sudah musim hujan, tapi panas malah terasa semakin menyengat. Tapi kadang hujan, dingin. Lalu panas lagi. Ekstrim, cuacapun bisa ababil. Oke, lupakan tentang musim dan cuaca.
Kau sudah mengerjakan tugasmu dengan baik dan ternyata lebih cepat dari yang diperkirakan. Lalu, bila tak ada fasilitas untuk mencetak file tugasmu, kemana kau akan pergi? Ya, rental komputer dan printer. Kau pergi dengan semangat 45 saking senangnya tugasmu sudah selesai.

Setibanya di sana, tak nampak banyak orang yang sedang menggunakan jasa tersebut. Kau akan tambah senang dong tentunya, merasa mestakung (semesta mendukung). Dalam pikiranmu semua akan berjalan dengan mulus. Kau tancapkan USB mu pada komputer yang menyala di depanmu, membuka file mu, lalu klik print. Tara! Tugasmu tercetak dengan cepat, bertambah senang lagilah hatimu itu. Setelah itu kau langkahkan kakimu menuju seorang pegawai yang sedang ada di meja depan untuk melakukan pembayaran.

"Mas, ini saya sudah selesai print. Minta tolong dijilid ya..." Kau berkata pada pegawai berbaju hitam itu. Tak perlu menunggu lama, pegawai tersebut langsung mengambil beberapa lembar cetakan tugasmu dan membawanya. Kau pun bertanya atau protes dalam hati, lho kok masnya asal ngeloyor aja, emang tahu mau dijilid seperti apa?

Kau lihat pegawai itu, bukannya malah langsung menjilid tugasmu, dia malah menghampiri pegawai yang lain dan membicarakan sesuatu yang entah apa itu. Kau lihat jammu, sudah 3 menit berlalu. Dia melihat ke arahmu. Sedikit agak lega karena kau pikir pegawai itu akan melakukan tugasnya. Dan benar, dia menghampirimu.

"Mau dijilid bagaimana?" Tanyanya. Seperti dugaanmu, dia belum mengerti mau dijilid seperti apa. "Yang depan bening belakangnya biru teknik." Kau beritahu dia. "Ha? Maksudnya?" Iya sih, kau sadar bahwa jawabanmu tadi memang kurang jelas. Tapi, memang biasanya kau menggunakan jasa di situ dan biasanya pegawai di situ sudah pasti mengerti apa yang kau maksud dan akhirnya kau menyimpulkan bahwa pegawai yang sedang melayanimu itu adalah orang baru. Apa mau dikata, ya sudah mari pelan saja.

"Yang depan plastik mika putih bening dan belakangnya bufallo biru teknik." Dia ber-oh ria lalu mengambil yang dimaksud. Alhamdulillah, dia mengerti. Ada lagi sesuatu yang membuatmu harus bersabar. "Berhubung ukurannya tidak sama dengan kertasnya, maka saya akan potong dulu. Mohon ditunggu." Kau mengangguk setuju, lha emang biasanya juga gitu. Yang namanya ngejilid, yang buat ngejilid biasanya lebih besar ukurannya daripada kertas yang kau gunakan untuk mencetak tugasmu.

Kau lihat bagaimana cara dia memotong kertasnya. Belum begitu ahli. Begitu lama, sampai kau pikir lebih baik kau saja yang melakukannya dengan cepat. "Aaaa...!!!!" Tiba-tiba dia heboh sendiri, "Pantesan motongnya susah. Lha wong cutter-nya tumpul. Sebentar ya..." Kau hanya menggeleng-gelengkan kepalamu dan selanjutnya kau lihat dia mengganti pisau pada cutter-nya itu. Kemudian dia kembali memotong kertas tadi. Tangannya gemetar, ragu-ragu. Bagi orang yang sudah naik pitam, pasti akan berkata, "Sebenarnya bisa tidak sih?" Tapi kau yakin bahwa kau tidak akan naik pitam, maka kau memutuskan untuk mengatakan hal-hal seperti itu.

"Mas, mas orang baru ya di sini?" Tanyamu saking sudah gregetannya. Pegawai itu menoleh ke arahmu. "Lho, kok tau?" Jelas tahu lah, biasanya juga sat sit set prung (serba cepat)! Kemudian dia menampakkan pose berpikir, "Ah! Saya tahu, pasti mau gombal siang kan?" Zzzzz.. Kalau ini dunia komik, di belakang kepalamu pasti sudah ada setetes air (sweatdropped). Mendengarnya, kau hanya tersenyum. Tersenyum miris. "Oke, sebentar lagi selesai." Lanjutnya. Menurutmu, sebentar itu berapa mas?

Setelah pergi entah kemana, pegawai itu pun kembali dengan membawa tugasmu yang sudah dijilid. Senyum cerah akhirnya menghias wajahmu lagi, sama seperti saat tadi kau datang ke tempat itu. Bagaimana tidak? Kau hanya membutuhkan waktu untuk mencetak kurang dari 5 menit, untuk menjilid sudah setengah jam kurang 3 menit kau menunggu, dan akhirnya selesai. Akhirnya....

"Sudah selesai saya jilid, silakan di cek dulu." Biasanya, kau tak perlu mengecek pun sudah bisa percaya bahwa yang dikerjakan oleh pegawai di sana sudah baik. Tapi karena pegawai baru, maka kau pun mengecek. Senyum cerahmu luntur seketika. Setelah kau buka halaman pertama, halaman kedua dan selanjutnya terasa janggal. Kau menyadari bahwa halaman kedua dan selanjutnya posisinya terbalik dan itu artinya jilid yang sudah melekat harus dibongkar kembali! Haruskah kau menunggu setengah jam lagi untuk menunggu tugasmu dijilid dengan rapi?

Ingat, kau tidak boleh emosi dan terlalu menyalahkan karena pegawai ini masih belajar. Maka, kau memilih untuk memakluminya saja. Singkat cerita, tugasmu sudah terjilid dengan rapi seperti yang kau inginkan. 

"Jadi, semua ini berapa?" Ketika kau bertanya, wajah pegawai itu menggambarkan ekspresi terkejut. "Li-lima ribu." Jawabnya agak tergagap, seperti ketakutan. "Yakin, mas? Saya minta notanya ya..." Sebenarnya, kau tak masalah, tapi sejenak terlintas untuk mengetesnya sedikit. Dia mengusap keringat yang tiba-tiba menetes dari dahinya. Cuaca memang panas sih atau kau yang tiba-tiba terlihat menakutkan baginya? "Ini.." Dia menyodorkan nota, "Terima kasih, semoga tidak kapok." Lanjutnya. Setelah itu, walau agak kesal karena telah banyak waktu terbuang, kau ayunkan langkahmu menuju kost dan dalam perjalananmu kau yakinkan dirimu bahwa orang tadi baru belajar. Yang namanya orang belajar, kalau salah itu wajar. Kalau dia giat berlatih, pasti kemampuannya bisa jadi sama dengan pegawai-pegawai di sana yang pada dasarnya sudah profesional. Tukang ngeprint, tukang jilid, tukang fotocopy, semua itu terlatih. Setelah itu menjadi lihai dan pelayanannya pun bisa kau rasakan dengan baik. 


Sekian. Semoga bisa mengambil hikmah dari kejadian ini :)

Rabu, 24 Oktober 2012

Tambah Semangat!



Semangat itu datang dari diri sendiri.
Dosisnya akan bertambah karena mendapat dukungan dari orang-orang di sekitar kita, terutama mereka yang mengasihi dan menyayangi kita.
Dan ia tak akan habis karena kita melakukan sesuatu dengannya karena Allah.

Apa Salahnya Pencitraan?


Pencitraan. Saya yakin banyak diantara kita yang sudah tidak asing lagi dengan kata ini bukan? Oke, kali ini saya akan membahas sedikit tentang pencitraan versi pemikiran saya. 

Pencitraan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan citra baik seseorang di mata publik. Biasanya, pencitraan dekat sekali dengan hal-hal yang berbau politik. Dalam kehidupan bernegara, kata 'pencitraan' akan sering sekali kita dengar ketika akan ada pemilihan. Baik itu pemilihan kepala desa/kelurahan, camat, bupati/walikota, gubernur, sampai pemilihan presiden. Dimana ada seorang tokoh dipoles sedemikian rupa agar bisa lebih dikenal baik oleh masyarakat. Bukan hanya dalam kehidupan bernegara saja, dalam dunia kampus pun kata 'pencitraan' bisa marak ketika akan ada pemilihan Ketua BEM baik di tingkat Fakultas dan Universitas. 

Yang bisa saya lihat dan saya rasakan adalah di Universitas Diponegoro, Semarang. Tak bisa dipungkiri bahwa yang namanya pencitraan akan selalu saja ada menjelang PEMIRA (pemilihan raya), bahkan ada yang jauh-jauh hari sebelum masa kampanye sudah melakukan pencitraan. Sepengamatan saya, ada banyak sekali metode pencitraan yang dilakukan oleh para calon pemimpin di BEM Fakultas dan BEM KM Undip. Mulai dari penampilan, yang tadinya kurang rapi jadi necis abis. Yang tadinya terlihat sangar, jadi ramah. Dari keeksisan, dari yang tadinya jarang terlihat jadi terlihat dimana-mana. Ada yang mencitrakan dirinya dengan face to face, menjadi tokoh utama di depan khalayak ramai, aktif membuat tulisan, banyak juga yang melakukan pencitraan lewat dunia maya. Facebook dan Twitter-lah yang dianggap menjadi sarana pencitraan lewat dunia maya yang efektif. Dan masih banyak lagi metode-metode pencitraan lainnya yang lebih kreatif.

"Berarti, pencitraan banyak bohongnya ya? Kan banyak tuh yang tadinya nggak ada jadi diada-adain..."

Hayo, ngaku. Siapa yang pernah terlintas pertanyaan dan pemikiran seperti itu? Nah, sebelum meneruskan pemikiran Anda yang seperti itu lebih mari kembali dulu pada diri sendiri. Mau jadi pemimpin, lalu mencitrakan dirinya itu wajar. Mana ada rakyat yang mau memilih pemimpin yang take action-nya tidak begitu terlihat? Mana ada rakyat yang mau memilih pemimpin yang arogan dan tidak mau merakyat? Mana ada rakyat yang mau memilih pemimpin yang kemampuan membela rakyatnya masih diragukan? Mana ada rakyat yang mau memilih pemimpin yang wawasannya kurang? Yang saya maksudkan di sini adalah yang namanya rakyat pasti memilih pemimpin yang sesuai dengan harapannya yang baik. Maka, pencitraan di sini dibutuhkan untuk memperlihatkan kepada publik bahwa calon-calon pemimpin memiliki kapabilitas yang baik sesuai dengan harapan yang baik tadi. Sudah seharusnya untuk mewujudkan itikad baik harus diawali dengan niat yang baik pula. Betul tidak?

Yang namanya pemimpin harus BISA membawa perubahan yang lebih baik dan perubahan itu dimulai dari perubahan diri terlebih dahulu sebelum mengubah orang lain. Wajar rasanya jika semua orang yang melakukan pencitraan itu yang awalnya kurang baik menjadi lebih baik. Dan memang harus BISA lebih baik kan? Namun pencitraan itu belum utuh kalau hanya sampai menjadi terlihat baik. Harus sampai sesuai dengan yang terlihat baik dan yang baiknya itu BISA terus berlanjut (bukan hanya pada masa-masa kampanye), itu baru pencitraan. Banyak yang merasa kecewa ya karena mereka menyadari  bahwa apa yang mereka lihat baik itu ternyata sebenarnya tidak baik, di sinilah letak kebohongannya.

Dalam pencitraan, apa yang dikatakan, apa yang dilakukan, itu memang benar adanya. Bukan suatu kebohongan belaka. Bisa kita buka firman-Nya dalam QS. Ash-Shaf : 3 yang bisa kita jadikan sebagai pengingat diri, “Sangatlah dibenci Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

Sekarang sudah bulan Oktober dan biasanya waktu heboh-hebohnya tentang PEMIRA Undip ada di bulan November-Desember. Walaupun belum ada pendaftaran secara resmi, bisa kita tahu siapa-siapa saja yang akan mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin. Dari mana kita tahu? Tentu saja dari pencitraannya. Ngeksis di Facebook, Twitter, dan Blog itu sudah menjadi hal biasa. Tinggal masing-masing yang akan mencalonkan diri BISA membuatnya menjadi luar biasa.

Pencitraan ada dua macam : Yang disengaja oleh diri sendiri dan yang dibuat oleh management team. Ada beberapa kiat efektif yang bisa dilakukan saat pencitraan yang sengaja dibuat oelh diri sendiri. Di antaranya adalah :
1.  Jadilah dirimu sendiri
Bolehlah, dirimu dipoles sedemikian rupa. Namun, jangan sampai polesan itu menutupi apa yang menjadi ciri khasmu yang bisa ber’nilaijual’ tinggi.
2. Katakan apa yang memang dilakukan
  Tidak ada kebohongan. Jika pemimpin suka berbohong, apa yang terjadi pada rakyatnya?
3.  Fokus pada perbaikan diri
Ada seorang tokoh ingin terlihat lebih baik daripada lawan mainnya lalu dia membeberkan kejelekan lawan mainnya itu di forum yang ramai atau lewat tulisan-tulisan. Ini namanya fokus pada kejelekan orang lain. Kalau seperti ini, sebenarnya diri kitalah yang tidak berkembang karena cara ini hanyalah cara untuk merendahkan yang lain agar kita terlihat lebih bersinar. Fokus pada perbaikan diri, bagaimanapun lawan mainnya, tidak boleh diremehkan. Lawan semakin kuat, itulah yang membuat kita bisa semakin termotivasi untuk menjadi lebih kuat dengan cara yang cerdas tanpa melemahkan yang lain.
4.  Dekati orang-orang dengan baik
Perlu dukungan lebih? Perbanyak link-mu. Nggak usah deh mengompori orang dengan provokasi yang tidak baik mengenai lawan. Kita di sini mendekati untuk mencari dukungan yang suka rela. Buat yang didekati juga jangan terlalu ke-geer-an akan ditempati pada posisi penting ketika si doi udah jadi pemimpin. Didukung-mendukung demi kepetingan rakyat, bukan kepentingan pribadi.
5.  Bermainlah dengan cantik
Jangan terlalu tergesa-gesa dan jangan terkesan selalu frontal. Lakukan semuanya dengan rendah hati. Semua ada langkah-langkahnya. Just do it step by step.

Untuk pencitraan yang dibuat oleh management team, percayakan strategi pencitraannya pada management team dan calon bisa bergerak sesuai dengan arahan management team. Selain management team mengurus calon yang akan maju, management team juga mempunyai tugas untuk menggerakkan massa agar massa bisa memihak pada si calon yang didukung oleh management team. Melihat keberadaannya yang sangat penting, maka pastikan orang-orang di dalamnya adalah orang-orang hebat, cerdas, dan kreatif, bukan orang-orang sembarangan.

Apa salahnya dengan pencitraan? Menurut saya, tidak ada yang salah selama tidak bertentangan dengan yang saya sampaikan di atas. Sekali lagi, pencitraan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan citra baik seseorang di mata publik maka lakukanlah dengan cara yang terbaik agar kepercayaan publik BISA tetap dijaga. Terakhir, saya masih belajar. Mohon maaf jika banyak kekurangan di sana-sini. Terima kasih J
  • Authoress

    Foto Saya
    Kuningan, Jawa Barat, Indonesia
    Seseorang yang sedang berjuang mempertahankan hidupnya dan mewujudkan mimpi-mimpinya.
  • Hi, Friends!

  • Followers