RSS
Facebook
Twitter

Senin, 31 Desember 2012

Janji

Harapan yang baik akan dikabulkan, janji yang baik akan ditepati. 
Insya Allah.


Aku ingat tentang perkataan seorang senior.
Kalau takut, jangan berani-berani.
Kalau berani, jangan taku-takut.

Tahun ini aku belajar bahwa ketika aku memulai sesuatu dengan sedikit saja keraguan, maka ketakutan akan terus membayangi sampai akhir. Padahal, aku tahu bahwa coba saja dulu aku memulainya dengan mantap hati, maka segala masalah yang datang akan bisa terantisipasi dan terselesaikan dengan baik, tentunya dengan kepala dingin.
Di sini, kalimat pertama sudah dilanggar ----- Kalau takut, jangan berani-berani.
Terlalu memaksakan diri akibatnya bisa fatal. Yap, tentunya berjuang dengan keterbatasan dan terlalu memaksakan diri adalah dua hal yang berbeda, bukan?

Aku tahu, bahkan sudah sangat tahu bahwa memilih adalah hal yang tidak boleh diremehkan. Apalagi hanya karena rasa tidak enak hati, hanya karena banyak sekali pertimbangan yang ternyata dapat menggoyahkan diri.
Padahal, ketika aku sudah memulai langkah awal, aku tidak boleh mundur lagi. Yang harus kulakukan adalah melanjutkannya sampai akhir.
Aku yakin, bahkan sudah sangat yakin bahwa apapun halangan yang ada selama perjalaanan ini, semuanya siap kuhadapi.
Aku berani...
Tapi lagi-lagi, ada saja terlalu banyak toleransi yang muncul di sana-sini. 
Aku tahu bahwa aku tidak boleh memikirkan diri sendiri. Aku harus memikirkan dirimu dan dirinya juga ----- diri kita semua. Namun, aku tak sadar kalau aku melupakan satu hal : seharusnya aku lebih mengerti tentang apa yang harus kulakukan dan apa yang tak perlu kulakukan.
Sering ku tak tegas, sering tak kudengar perkataannya, sering kumenolak apa yang sudah diteriakkan oleh sang hati nurani.
Tidak sadar akan mana yang benar, eh?
Aku masih takut-takut.
Kalau berani jangan takut-takut, aku telah mengabaikannya juga.

Belum lagi jika bicara mengenai FOKUS.
Ya ampun, bahkan hal-hal kecil bisa membuyarkan pada kefokusan terhadap hal-hal yang lebih subtil!
Sejak kapan aku pusing terhadap hal-hal yang sepele?
Padahal, coba saja fokus dengan apa yang kukerjakan pasti hasilnya lebih maksimal kan?
Sadar diri, sadar posisi, sadar potensi, sadar keadaan, sadar peluang.
Ternyata hanya perlu sedikit lebih peka kemudian fokus, fokus, dan fokus.
Fokus, tidak sulit untuk dikatakan namun juga tidak mudah untuk dilakukan.
Tapi jika bersungguh-sungguh pasti bisa, Insya Allah.

Miris? Mungkin saja benar, memang miris.
Kau merasa sudah lelah berjuang, tapi kau tak merasa bahwa ada karya yang kau hasilkan.
Hei! Dunia butuh pembuktian, bukan ucapan!
Kau sudah merasa benar, tapi semua menyalahkan.
Hei! Dunia itu cermin diri, maka lihatlah baik-baik!
Kau sudah berpikir jauh ke depan dan menentukan tahap demi tahap untuk mencapainya, tapi yang mendukung tak seberapa.
Hei! Ini dunia tempat berpijak, bukan langit!
Karena kurang sederhana, karena kurang dimengerti, makanya salah paham.
It's really complicated...

Tahun ini adalah tahun teguran.
Ya, aku merasa begitu banyak hal bodoh yang kuperbuat dan baru kusadari menghasilkan bola salju kesalahan yang sedemikian besarnya.
Menyesal?
Ya, setiap orang yang berbuat kesalahan wajib menyesal dan wajib memperbaikinya.
Bukankah Allah Maha Pemaaf? Bukankah setiap yang sudah rusak bisa diperbaiki? Well, walau tak akan kembali seperti semula, aku tahu.
Bersedih?
Oh tidak, aku tak boleh bersedih. Karena banyak juga pelajaran dan kenangan manis yang sudah terpatri dalam memori. Terima kasih, bukan bersedih.
Menangis?
Oh, ayolah. Dunia ini terlalu bahagia untuk ditangisi. Permohonan maaf, bukan menangis.

Terima kasih... 
Untuk pelajaran berharga yang tak tahu akan kudapat darimana kecuali dari sini.
Untuk suka duka yang kau beri.

Untuk nafas semangat yang kau hembuskan.

Untuk tali persahabat yang kau ikatkan.
Untuk semua kata yang mengisnpirasi.
Terima kasih, terima kasih untukmu karena masih bisa bertahan sampai sejauh ini, sampai akhir.

Maaf...
Jika duri kecewa lebih banyak kutebarkan daripada mengabulkan keinginanmu.
Jika terlalu banyak perbedaan dari yang kau kira.
Jika terlalu banyak luka yang kubuat.
Maaf, maaf, maaf...

Kita bukan waktu yang kita punya.
Tapi kita adalah amal yang kita lakukan. 

Setelah kesulitan ada kemudahan.
Allah tidak akan membebani hamba-Nya melebihi kesanggupannya.
Begitulah Allah berfirman dalam Al-qur'an dan firman Allah adalah benar.

Jika menjalani kehidupan ini adalah layaknya menulis buku. Maka setelah kita menyelesaikan satu chapter, akan ada lembaran kosong yang tersedia untuk kisah kita selanjutnya. Artinya, masih ada kesempatan untuk terus memperbaiki diri sampai hidup kita berakhir.

Karenanya...
Tahun depan, jika aku diberikan kesempatan lagi. Aku tidak akan main-main lagi karena hidup bukan mainan!
Lebih fokus, lebih telaten, lebih memberikan porsi lebih untuk kemanfaatan orang banyak tanpa lupa mengurus diri sendiri.
Lebih tanggung jawab.
Sudah cukup banyak pelajaran dan teguran jika terlalu banyak lalai dan pura-pura tidak peduli.
Aku bertekad tak akan mengulangi kesalahan di masa lalu dan sekarang.
Intinya, tahun depan adalah tahun penebus kesalalahan di tahun ini.

Bismillah...
Tahun 2013 harus lebih baik & lebih berani, aku janji. Insya Allah, PASTI BISA! 

Minggu, 30 Desember 2012

Achieve it!


Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu  lakukan.
Just dream, wake up, action, and pray!




Let's Evaluate...

Akhir tahun, akhir dari 1 tahun periode kepengurusan para aktivis yang ada di ormawa (organisasi mahasiswa).

Tahun ini telah terlewati dengan banyak hal yang terjadi : rasa kekeluargaan, proker-proker yang terlaksana, kenangan-kenangan tak terlupakan (suka maupun duka), pengalaman yang bertambah, kualitas diri yang meningkat.

Wahai aktivis, mari mengevaluasi diri...

Apakah yang sudah saya berikan di tahun ini?
Apakah karya-karya saya bisa dijadikan manfaat buat mahasiswa di universitas minimal untuk jurusan saya sendiri?
Apa peningkatan kualitas personal saya dibanding pada awal tahun?
Apakah saya memiliki keluarga baru di semua lembaga/bidang yang menjadi amanah sayaa di tahun ini?
Layakkah saya atas penghargaan atas pengabdian saya selama setahun ini? Berupa piagam, thropy, gelar, atau kenaikan level?
Masih bersediakah saya jika saya diminta mengabdi kembali  sebagai kaum intelektual agen perubahan di tahun depan?


Sabtu, 15 Desember 2012

Bahkan Mereka pun Masih Bisa Menikmati Hidup


Ini ceritaku saat kemarin praktikum Survey Satelit [Sursat] dengan menggunakan GPS Geodetic pada hari Jum’at, 14 Desember.  8 titik telah ditentukan dan ditandai lewat Google Map : titik dekat Ikan Bakar Cianjur, Taman Diponegoro, Rinjani, Tugu Muda, Mc Donald Pandanaran, Simpang 5, Super Penyet, dan Stasiun Poncol . Kebetulan, tim dimana kubergabung mendapat bagian menjaga titik pengukuran di daerah Simpang 5. Sungguh ini daerah yang bisa dibilang enak. Berada di perkotaan, depan sana ada masjid Baiturrahman, ada mall, jajanan banyak dimana-mana. Biasanya kalau praktikum ‘ngukur’ di daerah yang bisa dibilang agak jauh dari peradaban. Misalnya saja di kebun-kebun atau sungai, dan pastinya tempatnya tidak ramai.

Kami sekelompok tiba di Simpang 5 sekitar pukul 11.00. Sambil menunggu kiriman GPS dari tempat pengukuran yang lain ada di antara kami yang berbincang-bincang, jalan-jalan di mall, atau sekedar jajan untuk menghilangkan rasa lapar. Sebenarnya, pengukuran ini hanya memerlukan waktu yang sebentar saja. 1 kali merekam data satelit hanya membutuhkan waktu 10 menit saja. Jadi lama karena alat yang ada tidak sebanyak jumlah tim yang ada sehingga dalam menggunakan alat harus bergantian. Seharusnya ada 4 alat, namun yang berfungsi hanya 2.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.15 dan kami pun masih berada di daerah yang sama. Setelah selesai shalat ashar, minum es ronde, dan menyusun strategi pengukuran baru, kami mengatur lagi siapa yang masih tetap berjaga di Simpang 5 dan siapa yang akan ke Rinjani. Nah, dan tersisalah 4 orang di Simpang 5. Saya dan tiga orang teman (Eva, Kautsar, David) yang notabenenya sejak awal pemberangkatan memang sudah bersama. Karena alat masih dipakai kelompok lain, kami memutuskan untuk menunggu saja sambil duduk-duduk dan menanti kedatangan 1 lagi teman kami, Rizal, yang membawa mobil untuk pulang.

Karena bosan, akhirnya kuputuskan untuk mampir ke Gramedia. Letaknya tak jauh di balik Masjid Baiturrahman. Sekitar setengah jam saya asyik membaca dan melihat-lihat di Gramedia. Mengingat saya tidak membawa alat komunikasi dan hanya pergi sendiri, jadi kuputuskan saja untuk kembali bergabung bersama 3 orang yang lain.
Ketika kembali, ada 1 hal menarik yang saya lihat. Ada 2 orang anak kecil sedang berayun-ayun di atas rantai besar yang menjadi penyambung antara dua besi pembatas jalan.

Sebentar saja saya lihat, lalu saya kembali duduk bersama Eva, Kautsar, David. Ternyata mereka bertiga pun sedang memperhatikan kedua anak itu. Kuperhatikan lagi, yang satu laki-laki kira-kira berumur 5 tahun dan satu lagi perempuan sekitar berusia 3 tahun. Sepertinya mereka kakak adik. Menurut informasi dari ketiga teman, ternyata mereka berdua sudah bermain bersama itu sedari tadi.

Setelah puas berayun, mereka bermain kejar-kejaran. Tidak, lebih tepatnya sang kakak menendang-nendang gelas kertas bekas minuman lau dikejar oleh sang adik. Mereka sangat terlihat tak terurus, lihat saja kakinya yang sangat kotor, baju yang lusuh, wajah yang kucel. Kulihat ada tumpukan koran di dekat sandal mereka yang ditaruh dekat besi pembatas yang berantai itu. Ah, ternyata mereka loper koran. Bayangkan, anak sekecil itu sudah harus bisa menghasilkan uang! Di saat anak-anak yang lain menikmati masa kecilnya dengan bermain dan mendapat banyak hal yang menyenangkan dari orang tuanya. Melihat mereka tertawa senang, saya dengan teman-teman seakan ikut merasakan kesenangan itu. Hidup itu sekarang, maka nikmatilah. Seakan mereka ingin menyampaikan begitu pada dunia. Namun, di saat yang sama saya merasa miris dengan keadaan mereka.

Puas bermain-main, sang kakak kemudian mengajak adiknya untuk berjualan koran lagi. Mereka mulai menjajakannya pada setiap orang yang dilewatinya, termasuk kami. Ada niat untuk membeli koran itu tapi lebih kupilih untuk mengamatinya saja dulu.

“Terima kasih, nggak dik…”

Lantaran tawarannya itu ditolak, sang kakak semakin semangat untuk menjajakan koran dan bertekad harus ada korannya yang terjual. Mereka mulai menuju ke tempat makan yang penuh dengan orang-orang di emperan jalan itu.

Seorang perempuan berusia sekitar 24-25 tertarik untuk member koran. Mungkin karena kasihan, jadi dia membeli. Kulihat ekspresi sang kakak, dia senang. Beralih pada adiknya, dia lebih senang. Lalu, beberapa koran pun terjual. Mereka terus berjalan ke depan sampai tak dapat lagi kulihat. Penasaran, kuarahkan pandanganku pada jalan bekas mereka lewat. Tak lama kemudian, kakak-beradik itu muncul lagi. Sang adik muncul pertama dengan makanan yang ditusuk oleh tusukan sate sedang mulutnya sibuk mengunyah makanan itu. Jumlah koran di tangan sang kakak pun sudah berkurang. Mereka melewati kami lagi, kali ini dengan jarak yang lebih jauh di depan kami daripada sebelumnya.

Merekapun duduk di dekat besi pembatas lagi. Di belakang mereka ada seorang bapak tua penjual kacang rebus. Si adik melihat terus pada kacang rebus yang mengunung di gerobak itu. Pengertian, sang kakak berdiri disusul sang adik walhasil bapak tua itu dengan kemurahan hatinya member sedikit kacang pada mereka. Mereka duduk lagi. Dengan telaten, sang kakak mengupas kacang untuk adiknya dan diri sendiri tentunya. Tak lama kemudian, kacang pun habis namun sang adik masih ingin lagi. Berdirilah ia lalu berjalan menghampiri bapak itu lagi. Untuk kedua kalinya, bapak tua memberikan kacang lagi sembari tersenyum. Senang, sang adik memberikan kacang itu pada kakaknya dan mereka kembali makan bersama.

Kutunggu saja sampai mereka selesai. Saat ingin menghampiri mereka, langkahku tertahan karena ada 4 orang muslimah berjilbab orange menghampiri mereka terlebih dahulu. Ada yang member uang, ada juga yang permen. 4 orang pun berlalu, dan dengan penuh inisiatif sang kakak kembali mendatangi bapak penjual kacang rebus lalu menyerahkan selembar uang Rp.1000,- untuk membeli kacang. Membeli akan dapat kacang lebih banyak daripada meminta, kan? Dengan sigap, bapak itu mengambil kertas dan membentuknya menjadi kerucut tanpa alas lalu mengisikan banyak kacang ke dalamnya, sampai kertas itu penuh.

Oke.  Saya semakin mantap untuk membeli koran mereka. Hitung-hitung membantu dan kebetulan sekali ada coklat di tas saya. Semoga nanti mereka mau menerimanya, batinku.
Lalu sang kakak menerima kacang itu dan adiknya senang sekali. Tak dapat kudengar apa yang mereka bicarakan, tapi kuyakin sebelum pergi sang kakak mengucapkan terima kasih dulu. Perkiraanku salah, mereka tidak duduk lagi tetapi langsung berjalan menuju masjid.

“Nah, kan mereka pergi. Kesempatan berbuat baik telah terlewat deh.” Kata seorang temanku.

Tidak! Jangan sampai terlewat. Maka langsung aku berjalan menyusul mereka. Mereka berhenti di tengah tangga menuju masjid. Lalu kupanggil dan kuhampiri.

“Dik, kakak boleh beli korannya?”

Yang lebih tua mengangguk, lalu menyodorkan korannya padaku.

“Berapa ini harganya?”

“Seribu kak.”

“Kalau kakak kasih 2000 mau nggak?”

Sorot mata anak ini memancarkan keoptimisan, keberanian, dan pribadi yang kuat. “Nggak kak. Ini harganya cuma seribu.”

Aih, kata-kata anak ini memuatku terenyuh. Seorang bocah saja bisa membedakan mana yang seharusnya jadi haknya dan mana yang tidak. Malu dong seharusnya itu pejabat-pejabat yang koruptor *eh.

Saya tersenyum. “Pinter ya. Kalau nggak mau dikasih uang lebih. Terima coklat dari kakak mau ya?”

Bocah itu tampak berpikir lalu melirik adiknya. “Buat dia aja, kalau dia mau.”

Kusodorkan coklat itu pada adiknya. Alhamdulillah dia mau menerimanya dengan tak lupa mengucapkan terima kasih. Subhanallah… Anak jalanan pun tahu bagaimana cara berterima kasih.

“Dimakan bareng-bareng yaa..” Pesanku sebelum mereka pergi meninggalkanku.

Cerita ini cerita sederhana. Kejadiannya pun mungkin sering terlihat di sekitar teman-teman semua. Tapi, dari sini, sembari praktikum kudapati lagi pelajaran tentang kehidupan. Mereka saja yang masa depannya entah bagaimana, masih saja giat untuk berusaha. Mereka jauh lebih baik daripada orang-orang yang mengemis. Terlebih pengemis yang masih terlihat sehat. Mereka jujur, mereka tahu diri, mereka mandiri walau hidup yang mereka jalani terbilang keras. Tentu berbeda dengan orang yang masih diberi kesempatan sampai sekarang berada di bangku kuliah, menerima kiriman uang tiap minggu atau tiap bulan dari orang tua, makan tinggal makan, tidur tinggal tidur, belajar tinggal belajar. Mereka bisa bertahan, mereka bisa menikmati hidup. Kita? Seharusnya kita bisa lebih dari mereka bukan? Kejadian yang membuatku cukup terenyuh, semoga menginspirasi.

Sabtu, 08 Desember 2012

Sebuah Kontribusi



Bagaimana kau memaknai sebuah KONTRIBUSI?

Yang namanya kontribusi itu harus TOTALITAS.
Setiap kontribusi yang mampu kau sumbangkan untuk orang banyak, sekecil apapun itu, semuanya dilakukan dengan maksimal. Tak ada pilih-pilih yang berat maupun ringan. Tak ada kata sepele.

Kontribusi butuh KESABARAN.
Kesabaran yang bagaimana?
Kesabaran yang tiada hentinya, kesabaran yang terus menerus.
Sabar tidak ada batasnya. Diri kita sendirilah yang membatasinya.

Kontribusi itu dibarengi dengan KEYAKINAN.
Yakin dengan apa yang dilakukan.
Yakin bahwa setelah ada kesulitan ada kemudahan.
Yakin ketika dilakukan dengan ikhlas dan dilakukan karena-Nya, maka surgapun bisa menjadi balasan.

UKHUWAH, rasa persaudaraan dan kekeluargaan..
Dengannya, kontribusi akan menjadi semakin mantap!
Dengannya, akan lebih mudah bergerak menuju tujuan yang sama.

Bukan bagaimana cara kita berlomba-lomba untuk banyak berkontribusi.
Bukan, bukan berapa banyak kontribusi kita.
Tapi bagaimana kita bisa menghadirkan ruh dalam setiap kontribusi yang kita lakukan.
Ruh kontribusi akan memberi makna yang dalam, akan membawa kesan yang baik, hingga kontribusi itu bisa membekas pada setiap hati milik siapa yang kita berikan kontribusi.

Kontribusi, memberi sebanyak-banyaknya kemanfaatan pada setiap kesempatan yang ada.
Tak ada kata 'tidak bisa', tak ada kata 'menyerah', karena kontribusi adalah bentuk PERJUANGAN yang harus diselesaikan sampai akhir.

Rabu, 05 Desember 2012

Buat Akhir Yang Baik

Di suatu sore menjelang malam, masuklah sms dari seorang sahabat :
"Jika kau tidak bisa memulai dengan baik, maka kau bisa mengakhirinya dengan baik" (Risda_)

Ya, kurang lebih begitulah isinya. Walaupun singkat, namun kata-kata tersebut termasuk kata-kata yang berkesan bagi saya karena setelah dipikir-pikir ada benarnya juga dan bisa bermakna dalam.

Dalam hidup, kita selalu mengalami 3 hal : Awal, tengah, akhir dalam mengerjakan segala sesuatu. Idealnya, sebelum, ketika, dan setelah mengerjakan sesuatu semuanya harus dilakukan dengan baik.

Awal merupakan sebuah ledakan untuk membuat suatu perubahan. Kita mengawali pekerjaan dengan perencanaan yang matang. Mungkin teman-teman sering mendengar bahwa ketika kita gagal merencanakan maka itu sama saja dengan merencanakan kegagalan. 

Tengah. Nah, di sinilah yang disebut sebuah proses menuju akhir. Bagaimana kita melangkah demi selangkah untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ada yang bilang, yang paling penting adalah prosesnya. Ada benarnya juga. Contoh saja seorang koki handal (mungkin kayak yang di masterchef gitu, hhe), apapun bahan masakannya tetapi ketika diolah dengan baik di tangan sang ahli, hasilnya bisa sangat luar biasa. Hal yang sangat sederhana pun bisa menjadi sangat spesial. Berarti titik tekan di sini adalah seberapa ahli seseorang itu mengerjakan sesuatu agar nanti hasilnya bisa sesuai dengan tujuan. Proses ada yang pendek, ada yang panjang. Ada yang biasa saja, ada yang butuh banyak perjuangan. Dalam proses perlu keberanian! Mengutip perkataan Mas Faldo Maldini (Presma BEM UI '12) dalam suatu training. Keberanian adalah kombinasi dari tengil, agak songong, takut, tapi siap mengambil resiko. Ya, intinya menurut saya keberanian itu berawal dari adanya ketakukan tetapi ada bumbu keyakinan yang mantap dalam hati sehingga jadilah dia ledakan dahsyat yang akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik.  

Tapi...
Tidak semua orang bisa mengawali dan mengerjakan sesuatu dengan baik. Banyak orang yang menyesali perbuatannnya di akhir. Kurang inilah, kurang itulah. Kalau dalam perusahaan atau organisasi, ini bisa saja jadi fatal karena bisa saja nantinya yang akan menanggung banyak kerugiaan adalah generasi selanjutnya.
Lantas, apa yang harus dilakukan sebelum sangat terlambat dan keadaan menjadi sangat parah?

Jawabannya adalah, beri sedikit sentuhan terakhir pada pekerjaanmu di sisa waktu yang ada. Lagi-lagi soal waktu. Ya, masih ada waktu walaupun hanya sedikit! Maksimalkan kinerja, maksimalkan teamwork, maksimalkan yang ada! Hingga pada akhirnya, kita bisa meminimalisir kesan yang negatif.

Semoga dengan adanya kita, orang-orang bisa tersenyum senang.
Ketika orang bisa senang dengan keberadaan kita, itulah kebahagiaan.
Bahagia itu sederhana.

Sekarang sudah memasuki bulan Desember, mari tutup akhir tahun masehi 2012 dengan baik. Antara Januari dan Desember 2012 harus ada perbedaan. Antara 1433 H dan 1434 H pun harus ada perbedaan.
Yuk, sebelum menyesal, mari berjuang membuat akhir yang baik. ^___^

Lemah Lembut


Ngomong-ngomong soal lemah lembut nih, biasanya ni dikaitkan dengan perempuan yang cantik, anggun, kalem, dan pastinya dia nggak pecicilan. Hehehe. Tapi ternyata, bukan perempuan saja ternyata yang harus punya kelemahlembutan. Semua orang pun harus punya! Suatu sore, saya pernah ikutan kajian bertemakan lemah lembut. Saatnya kembali sharing (udah pernah di twitter sih, hhe) J

#lemahlembut : perpaduan hati, ucapan, & perbuatan dlm rangka menghormati, menyayangi, menjaga perasaan, membaiki orang lain..

Keindahan penyajian yang diwujudkan dalam bahasa tubuh dan raut wajah termasuk #lemahlembut

Menempatkan yang benar dan pas juga #lemahlembut

Ketika #lemahlembut hilang dari diri seorang insan, maka yang mudah keluar darinya adalah cercaan dan gerutuan dalam hati

Yang #lemahlembut itu pandai merasa, bukan merasa pandai.

Dikatakan tentang #lemahlembut "Barangsiapa yang jauh dari kelembutan, maka akan terhalang dari semua kebaikan." Wah, ngeri juga ya..

Bukan cuma di satu perkara, tapi harus bisa #lemahlembut dalam segala urusan. termasuk saat marah. hha, berat nih..

Jangan dilihat hanya dari penampilannya saja. Semua orang itu pasti punya sisi #lemahlembut yang ditampakkan dengan gayanya masing2.. ^^

#lemahlembut lho ya.. bukan lemah lemot..

Sekian tentang #lemahlembut, semoga menginspirasi yaa.

  • Authoress

    Foto Saya
    Kuningan, Jawa Barat, Indonesia
    Seseorang yang sedang berjuang mempertahankan hidupnya dan mewujudkan mimpi-mimpinya.
  • Hi, Friends!

  • Followers