Katakan, kau itu sebenarnya apa? Siapa?
Biru. Warna yang menurutku adalah lambang keteduhan, ketenangan, kebaikan. Dan katanya, orang-orang yang menyukai warna biru bisa memiliki sifat-sifat yang kusebut tadi. Yah, walaupun tidak semua sih.
Dulu, warna ini adalah warna favoritku. Didominasi dengan warna biru, ini hidupku. Terlebih saat masuk dormitory, aku semakin senang mengoleksi barang-barang dengan warna ini. Biru, biru, biru. Semua yang berwarna biru itu indah. Langit biru tandanya cerah, air berwarna biru bisa membawa rasa damai. Ah! Hampir saja aku lupa, ada satu biru yang paling tak kusuka yaitu pulpen bertinta standar warna biru. Sedikit berlebihan tentang warna biru kala itu, dan mungkin itulah sebabnya ada teguran dari Langit yang membuatku sedikit 'ngeri'.
Tahukah kau kalau tinggal di dormitory itu menyenangkan? Bisa kenal dengan banyak teman dari seluruh penjuru nusantara, bisa belajar 2 bahasa asing sekaligus cepat cap cis cus menggunakannya, bisa lebih mandiri. Terlebih kau masih 13 tahun! Great, menarik bukan?
Walaupun di samping itu banyak aturan, sedikit liburan, jadwal padat, jarang bertemu keluarga tercinta, tapi tetap saja mengasyikkan. Kau bisa banyak tahu banyak hal yang mungkin kalau kau tidak ada di sini kau akan menyesal karena tak pernah mengetahuinya. Banyak juga pelajaran berharga tentang perjuangan yang kudapatkan terutama dari teman-teman yang berasal Pulau Emas, Kepulauan Sunda Kecil, bahkan dari Labadios pun ada.
Sesuatu yang menyita perhatianku salah satunya adalah asal mula dormitory-ku itu. Areal domitory-ku itu dikelilingi oleh kebun bambu. Sehingga, ketika malam bagi yang kamarnya terletak di daerah perbatasan, pasti akan mendengar orkestra bambu dan angin.
Bagi penduduk sekitar, dormitory-ku ini bisa dibilang angker. Karena sebelum dibangun, wilayah itu tadinya adalah kuburan. Biasa saja sih, toh samping rumahku juga kuburan yang kadang penghuninya mampir ke rumah. Hehehe.
Ada rumor menyeramkan pernah menyebar. Penghuni lama dormitory merasa terusik dan seperti telah ditabuh genderang perang dari jenisnya, mereka pun menyerang ke dormitory. Dari 1 dormitory ke dormitory yang lain. Dari kamar ke kamar. Kesurupan, yeah, itu menjadi pemandangan yang biasa. Menyerang teman sekamar, juga teman sekelas. Bisa terjadi di mana saja, tapi paling sering itu di kamar atau di kelas. Aku tidak percaya hantu. Yang kupercaya adalah makhluk ghaib dari bangsa jin. Jelas beda.
Pertama kali menyaksikan orang yang kesurupan di depan mata rasanya deg-degan, gimana jadinya kalau pindah padaku? Na'udzubillah. Tapi lama-lama biasa saja, asal kau kuat jiwanya dengan selalu mengingat-Nya, insya Allah tak akan pernah dimasuki. Dan, tempat yang dianggap paling rawan adalah kamar mandi. Makanya, kalau malam-malam ke kamar mandi pasti mengajak teman, terlebih yang kamar mandi dormitory-nya seperti lorong dari ujung ke ujung di belakang kamar-kamar dan dibaliknya adalah kebun bambu.
Tahun pertama, dormitory-ku terletak di tengah-tengah. Wilayah aman. Tahun kedua, pindah ke dormitory yang berbatasan dengan kebun bambu. Nah, di sini ini yang mulai heboh kesurupan bergantian. Silakan percaya atau tidak, tapi ini serius. Mungkin seminggu masih heboh, tapi setelahnya tidak lagi, sampai ada kejadian lagi tentunya. Heran, padahal di dormitory-ku itu suasananya sudah di-setting sereligius mungkin. Iblis, jin, setan apapun namanya, mereka sudah berjanji untuk selalu mengganggu manusia.
Tapi sebenarnya, mereka takut lho sama manusia. Asal manusia itu berani. Kata yang berpengalaman, kalau mereka hadir, pasti kau merasakan lehermu dingin. Itu bukti kalau mereka datangnya dari belakang. Mana ada kalau berani malah datang dari belakang kan?
Di tahun kedua pula, aku mendapat posisi ranjang yang ketika aku bangun langsung melihat pintu ke kamar mandi. Dan sampai satu tahun penuh, walaupun diubah posisinya, aku selalu mendapat keadaan seperti itu : ketika bangun, yang dilihat adalah pintu. Tak ada yang mau bertukar dan akupun tak masalah. Yang penting bisa tidur itu sudah cukup. Uniknya, kamarku dengan kamar sebelahku hanya dibatasi oleh lemari-lemari. Pintu masuk hanya ada satu di tengah-tengah bersebarangan dengan lemari-lemari pembatas. Dan, kau tahu? Satu kamar berisi rata-rata 30 orang dengan ranjang tingkat dan selama di situ aku menempati ranjang di bawah.
Besok, akan ada dua ujian. Yang satu hitung-hitungan dan satunya hafalan. Dan, datanglah keadaan yang tidak memungkinkan untuk belajar. Entah gejala typus-ku kumat atau hipotensiku yang kumat. Yang jelas, sejak tahun pertama sering seperti itu. Bolak-balik rawat inap di RS sudah biasa lah ya, beruntung masih di RSU bukan di RSJ, hehe.
Dan saat itu kuputuskan saja untuk istirahat daripada terlalu memaksakan. Segala yang terlalu dipaksakan itu tidak baik. Dan akupun berdo'a sebelum tidur : "Ya Allah, bangunkan aku pada pukul 3 pagi. Oleh siapapun dan dengan cara apapun, yang penting aku bisa bangun. Dan semoga, sudah sehat saat bangun. Amiinnn..."
Saat itu, aku termasuk orang yang sensitif dan ketika merasa terusik saat tidur pasti langsung bangun dengan setengah kaget. Maklumlah ya, terkadang suka ada kucing yang masuk atau teman sekamar yang kebetulan lewat dan numpang duduk di kasur.
"Dhea..." Kudengar sebuah suara lembut memanggilku. Kuabaikan, paling orang iseng atau ingin minta ditemani ke kamar mandi.
"Dhea..." Panggilnya lagi, hanya jeda sekian detik.
"Hn." Kurespon dengan ber-'hn' singkat.
"Dhea..." Ini yang ketiga kalinya aku mendengar suara lembut itu. "Bangun... Katanya mau belajar. Udah jam tiga." Kali ini sambil mengelus-elus kakiku, Kurasakan dia duduk di atas kasur. Hei, seenaknya! Eh tunggu, ini siapa, pikirku. Kenapa saat dibangunkan biasa saja? Tak ada rasa kaget dan mataku tak mau memenuhi instruksi dari otakku untuk membuka.
Kala itu, aku tidur membelakangi pintu kamar mandi. Dan dalam beberapa saat akhirnya aku bisa membuka mata. Sedikit terkejut, yang pertama kulihat adalah pergerakan jarum detik di jam wekerku yang alarmnya rusak itu bergerak pas menunjukkan pukul 3 menit ke 0 detik ke 0. Great, sangat pas!
"Ng.. 15 menit lagi deh." Kataku asal dan melanjutkan tidurku.
Sempat bermimpi sejenak, tapi lagi-lagi aku mendengar suara itu lagi.
"Dhea..." Panggilnya sambil mengusap-usap kepalaku. Hei, aku tak suka kepalaku disentuh sembarangan!
Aku pun berbalik badan dan membuka mata. Yang pertama kulihat adalah lantai. Kututup mataku sekali lalu kubuka lagi. Tampak bagian bawah seseorang sedang berdiri dengan sesuatu berwarna biru muda. Gaun, gamis, atau rok? Tak jelas tanpa kacamata.
Penasaran, kupastikan siapa yang membangunkanku. Teman sekamarkukah? Pembimbing kamarkah? Tubuh yang ramping, mengenakan pakaian serba biru, juntaian kerudung berwarna biru. Tangan putih alami yang kelihatannya sangat halus. Dagu yang agak sedikit tertarik ke atas yang biasa terjadi ketika bibir menyunggingkan senyum. Wangi seperti bunga.
Aku berkedip dan membalikkan badan lagi untuk melihat jam. Dan ternyata pas lagi, 03.15. Aku bangun dan melihat sekelilingku. Belum ada seorang pun yang bangun. Dan hei, pintu ke kamar mandi terbuka!
Langsung kuberjalan ke arah kamar mandi dan mengecek adakah kamar mandi yang tertutup, tanda ada orang di dalamnya. Nihil, yang kurasakan hanya angin kencang dari arah kebun bambu. Aku cek kamar sebelah, siapa tau sudah ada yang bangun. Tak ada juga. Kucek pintu masuk, siapa tahu dia langsung keluar menuju masjid dormitory untuk shalat malam. Namun, pintu masih terkunci dari dalam, tanda belum ada yang keluar.
Apa aku mimpi? Mengapa begitu nyata, terlebih saat dia duduk dan mengusap? Kalau nyata, mengapa lenyap?
Tak ambil pusing, aku menuju kamar mandi dan berwudhu. Kutunaikan shalat malam 2 rakaat dan setelah selesai, aku baru sadar. Rasa sakit yang lebih dari sekedar cekot-cekot di kepalaku hilang, mualpun sudah tidak. Alhamdulillah, langsung kubuka bahan ujian. Walau, sebentar tapi lumayan untuk me-refresh. Selang 15 setelah itu kehidupan sebelum subuh di dormitory dimulai, mulai ramai karena sudah banyak yang bangun.
Pagi-paginya akupun bercerita pada teman-teman. Ada yang bilang mungkin itu ibu peri. Hei, ini bukan negeri dongeng. Ada juga yang bilang itu jin penunggu kamar. Apapun itu, intinya yang mereka katakan, dia makhluk ghaib.
Dipikir-pikir, mungkin saja. Siapa sih yang sudah siap berpakaian lengkap plus wangi di pagi buta? Warna biru pula. Wallahu 'alam. Kalau terus dipikir, rasa penasaranku tak kan pernah hilang.
Enam tahun berlalu sudah dan sampai sekarang aku tak pernah tahu siapa dia sebenarnya. Dan tiba-tiba, dia muncul lagi di hadapanku. Tak bisa kulihat parasnya karena dia membelakangiku. "Sudah besar ya?" Tanyanya lembut, suara yang sama seperti waktu itu. Setelah itu dia pergi meninggalkanku sebelum aku sempat berkata. "Hei!" Teriakku seraya mengejarnya. Jauh dan semakin jauh dan akhirnya akupun terjatuh dengan mata terpejam. Ketika kubuka mata, kusadari aku berada di kamarku.
Mimpi, eh?
Hei, aku tambah penasaran. Siapapun kau, ingin kuucapkan 'terima kasih'. :)
Wallahu 'alam bish showwab,
Akabara hikari ^^
4 komentar:
Pengalaman yang menarik. Saya juga seorang pengagum warna biru. Biru membawa kedamaian. Hitam juga baik, Hitam pertanda keabadian. Beruntung sekali kau, dibangunkan untuk belajar dan beribadah. ^^
Hahaha, bener wal. Tapi merah lebih menyala. hehhe.
makasih sering berkunjung ^^
kunjungan ..
sukses selalu ..:)
outbon malang : iya, terima kasih ya sudah mau mampir ke sini ^^
Posting Komentar