Begitu membaca terjemah ayat-ayat ini (QS. Al-Imran 14-17), seperti ada sesuatu yang menyesakkan menelusup dalam dada. Teringat akan dosa-dosa yang telah diperbuat sampat saat ini. Seringkali kita (khususnya saya) terlena dengan segala macam keindahan dunia. Berapa banyak waktu yang terlewati untuk mengejar apa yang menjadi keinginan kita. Benarkah apa yang kita inginkan itu mendekatkan kita pada ridha Allah, atau malah membuat kita lupa pada Allah dan lebih memilih mengejar dunia demi keindahan status atau martabat di hadapan manusia lainnya?
[14] Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.
[15] Katakanlah, Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik daripada yang demikian itu? Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta ridha Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.
[16] Yaitu orang-orang yang berdoa, Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungi kami dari azab neraka.
[17] (Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar.
Astaghfirullahaladzim.
Bolehkah kita menikmati dunia? Boleh, tapi tentu ada batasannya. Kuncinya adalah tetap mencari ridha Allah yang utama. Mudah terucap, tapi sangat sulit dilakukan. Sulit, namun bukan berarti tidak mungkin. Semua kembali kepada niat masing-masing untuk bisa beramal lebih baik dengan diiringi doa-doa. Kemudian, mensyukuri nikmat tersebut. Dengan apa? Dengan memanfaatkan apa yang kita punya (fasilitas/harta, kehidupan, waktu luang, dll) sebaik-baiknya serta tidak tergoda untuk melakukan hal-hal yang dapat menjerumuskan kita pada dosa, kecil apalagi yang besar. Setan selalu berada di antara kita untuk melaksanakan tugasnya : membisikkan keburukan pada hati manusia yang tujuan akhirnya adalah membuat manusia itu menjadi temannya di neraka, naudzu billahi min dzalik.
Ayat-ayat di atas menuntun kita untuk menjadi hamba Allah yang senantiasa bertakwa. Sudahkah kita berdoa dengan doa di ayat 16? Doa adalah senjata umat muslim untuk bisa memenangkan surga-Nya.
Sudahkah kita sabar? Sabar itu ada pada pukulan pertama. Begitu ada sesuatu yang tidak diinginkan menimpa kita, saat itulah sabar datang. Sabar datang sebelum kita sempat mengeluh, sebelum kita sempat terpuruk, sebelum kita sempat mengeluarkan emosi negatif lainnya.
Sudahkah kita menjadi orang yang benar? Benar dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Benar dalam bergaul dengan sesama manusia.
Sudahkah kita menjadi orang yang taat? Taat pada Allah, Rasul-Nya, pemimpin yang beriman, orang tua yang selalu mengajarkan kita kebaikan?
Sudahkah kita menginfakkan harta kita di jalan-Nya? Sahabat, bagaimana kita bisa berinfak kalau kita hanya punya sedikit harta? Jangan sampai setelah kita berinfak, diri kita malah terdzalimi. Yang mengatur rezeki adalah Allah, tinggal sepandai-pandainya kita mencari pekerjaan yang halal dan dengan keuntungan darinya kita bisa berinfak banyak dan menebar kebahagian bagi yang membutuhkan. Ya, seorang muslim harus kaya! Bukan hanya kaya harta, tapi juga kaya hati dan akal. Berapa banyak ayat yang memerintahkan kita untuk infak? Ah, ini juga motivasi!!!
Dan sudahkah kita menjadi orang yang senantiasa meminta ampunan-Nya di waktu sebelum fajar? Semoga Allah memudahkan kita untuk bangun malam agar tak melewatkan hal ini.
Jika benar-benar mengamalkannya bagaimana ya jadinya? Sebulan saja, atau seminggu saja, akankah kita lebih baik?
Lets try!!!posted from Bloggeroid